Klenteng Hok Lay Kiong berada di Jalan Kenari 1, secara administratif termasuk di dalam Desa Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur. Kemudian terletak pada posisi geografis 107º 00′.315″ BT dan 06º 24′ 410″ dengan ketinggian 34 m di atas permukaan laut.
Klenteng ini dapat dicapai dengan mudah dari Kota Bekasi dengan wkatu tempuh ± 10 menit menggunakan kendaraan pribadi (roda empat ataupun roda dua) atau menggunakan kendaraan umum Kota Bekasi.
Klenteng didirikan abad ke-18 M, dan hingga sekarang tetap digunakan sebagai tempat peribadatan oleh masyarakat Cina yang ada di daerah Bekasi. Klenteng sejak dibangun sampai sekarang masih dimanfaatkan sebagai rumah ibadah masyarakat Cina secara terus-menerus, yang dalam ilmu arkeologi dikenal istilah live monument.
Lingkungan klenteng terletak di daerah pemukiman yang relatif padat dengan batas-batasnya di sebelah utara Jalan Kenari, sebelah selatan, barat dan timurnya rumah penduduk. Klenteng memiliki luas areal ± 700 m² dan bangunan klenteng sendiri luasnya 650 m², dan dikelola oleh Yayasan Tri Dharma.
Bangunan Klenteng Hok Lay Kiong, telah banyak mengalami perubahan maupun pengembangan, hal ini sesuai dengan perkembangan zaman. Namun pintu masuk utama tetap dipertahankan dan belum pernah diganti, dengan warna cat sesuai aslinya. Di bagian atas, samping kanan dan kiri pintu masuk utama terlihat papan bertulis.
Selain itu ada hiasan yang menggambarkan perjalanan Hian Thian Siang Te mulai dari bertapa, mempelajari dan mendalami ajaran Tao dari ajaran Lou Tze. Di samping itu atribut klenteng yang masih asli adalah meja untuk penyimpanan peralatan peribadatan. Di bagian depan klenteng terdapat dua tungku yang dibentuk menyerupai pagoda sebagai tempat pembakaran Fu.
Dewa Hok Lay Kiong sebagai Dewa Utama, sehingga namanya dipakai untuk nama klenteng. Arca Dewa Hok Lay Kiong, sebagai dewa utama ditempatkan pada altar utama yaitu di tengah. Sedangkan 4 arca Dewa Pendamping serta 7 Dewa Pengawal, pengiringnya menempati sisi kanan dan kiri.
Di samping menempatkan patung Dewa Hok Lay Kiong pada altar utama, juga terdapat 5 altar lainnya yang diletakkan pada ruang bagian tengah dan belakang, serta tersedia sarana peribadatan penganut kepercayaan Lou Tze atau dewa-dewa masyarakat Cina lainnya. Klenteng Hok Lay Kiong yang pada dasarnya rumah ibadah bagi pemeluk ajaran Lou Tze dan Kong Hu Chu.
Acara ritual yang masih berlangsung di Klenteng Hok Lay Kiong hingga sekarang adalah :
• Perayaan tahun baru Cina (± bulan Mei), dengan menyelenggarakan pencucian arca dewa-dewa dan benda pusaka lainnya. Selanjutnya arca dewa-dewa dan benda pusaka itu diarak keliling Kota Bekasi dengan diiringi pawai barongsai dan berbagai kesenian Cina lainnya, seperti melintas di Jalan Buaran, Berkah, Masjid Agung Bekasi. Tetapi sekarang pawai tersebut hanya melintasi daerah perkampunga Cina saja.
• Tabur sial, dilakukan di Sungai Bekasi yang berjarak ± 500 meter dari klenteng, dengan membuang kertas yang bertulis nama dan mantera-mantera harapan hidup yang lebih baik, dan melepas kura-kura.
• Pukul Bedug, dilakukan pada awal bulan (bulan Purnama) dan akhir Bulan (bulan kecil)
Orang keturunan Cina yang menganut faham Lou Tze dan Kong Hu Chu sejak lama bergaul dan menyatu dengan masyarakat sekitarnya. Seperti yang dituturkan beberapa sesepuh di sekitar klenteng, bahwa orang keturunan Cina yang ada di sekitar klenteng tersebut telah menunjukan kesetiaanya pada Indonesia dengan membantu pada saat perjuangan kemerdekaan dan pada masa perjuangan mempertahan kemerdekaan.
Hal ini dapat dimaklumi memang masyarakat Bekasi cukup patriotisme tinggi dan cukup banyak dengan cerita heroik perjuangan masyarakat. Kondisi berbaurnya masyarakat turunan Cina dengan pribumi maupun turunan Persia cukup baik, saling menghormati. Di daerah pasar Bekasi ini memang cukup banyak bangunan kuno yang berarsitektur Cina.
Di samping itu banyak juga warga keturunan Cina yang telah berpindah agama dan/atau berkeluarga dengan masyarakat pribumi atau ketunan Persia (Arab). Toleransi orang-orang turunan Cina di daerah ini sangat baik, seperti juga pada bulan Ramadhan (puasa) mereka menghormati pada orang muslim yang tengah menjalankan ibadah puasa.
Pengembangan daerah pacinan di sekitar Pasar, Kelurahan Margahayu, Bekasi dapat dikembangkan sebagai objek Wisata Kuliner.
Bila ini bisa diwujudkan, berarti melestarikan makanan jajanan yang masih dipertahankan oleh beberapa keturunan Cina atau Persia, dan akan mengangkat perekonomian masyarakat setempat, selain itu mengangkat kesenian Cina yang masih digeluti pada masyarakat turunan Cina. Hal ini sangat prospektif karena lokasi sangat dekat dengan pusat Kota Bekasi dan relatif dekat dengan Kota Jakarta. Jika dibandingkan dengan membuat daerah Wisata Kuliner baru yang tidak membumi karena tidak didukung dengan budaya yang dianut oleh masyarakat setempat.